Setelah berhasil menamatkan pendidikan di Universitas HKBP Nomensen, Kota Medan, Sumatera Utara, Martua Sitorus tak lantas langsung menjadi kaya raya. Dia pernah berdagang kecil-kecilan di Kota Medan sampai akhirnya dia bertemu pengusaha Malaysia bernama Kuok Khoon Hong yang kerap disapa William

From Zero to Hero. Penilaian ini rasanya sangat pas dialamatkan pada Martua Sitorus, pria kelahiran Pematang Siantar, Sumatera Utara 60 tahun silam. Betapa tidak, melalui perjuangan panjang, hanya berbekal tekad dan kerja keras, pemilik nama asli Thio Seng Hap ini berhasil berada di urutan ke-7 Orang Terkaya Indonesia 2020 versi Forbes dengan kekayaan senilai US$ 1,8 miliar atau setara Rp28,8 triliun.

Sejak belia, Martua Sitorus yang kerap disapa A Hok ini memang sudah menunjukkan tekadnya untuk menjadi seorang yang suksek. Hal tersebut dia perlihatkan dengan tekad kuat membantu perekonomian keluarga serta agar bisa membiayai pendidikannya hingga perguruan tinggi. A Hok bahkan pernah berjualan udang dan menjadi loper koran di kota kelahirannya, Pematang Siantar, Sumatera Utara.

Setelah berhasil menamatkan pendidikan di Universitas HKBP Nomensen, Kota Medan, Sumatera Utara, Martua Sitorus tak lantas langsung menjadi kaya raya. Dia pernah berdagang kecil-kecilan di Kota Medan sampai akhirnya dia bertemu pengusaha Malaysia bernama Kuok Khoon Hong yang kerap disapa William.

Wilmar Internasional, Perusahaan Pengolahan Kelapa Sawit yang Didirikan Wilmar Sitorus 

Bersama William, pada tahun 1991, Martua Sitorus kemudian membuka usaha pengolahan kelapa sawit yang diberi nama Wilmar Internasional. Nama Wilmar International diambil dari kata 'William' dan 'Martua' yang disatukan menjadi Wilmar. Wilmar Internasional resmi berdiri dengan modal awal 7.100 hektare kebun kelapa sawit. 

Berkat keterampilan dan pengelolaan yang baik, perusahaan yang awalnya hanya mengkonsentrasikan diri pada bisnis hasil perkebunan kelapa sawit, seiring berjalannya waktu Martua sukses membangun pabrik sendiri untuk memproduksi minyak kelapa sawit. 

Meski pada 1997 Indonesia menghadapi krisis moneter yang membuat sebagian perusahaan gulung tikar, namun tidak terlalu berdampak pada perkembangan bisnis milik Martua. Di bawah kepemimpinannya, perusahaannya justru mampu memberi 2,5 persen tunjangan krisis kepada karyawannya, sementara perusahaan lain memilih memotong gaji karyawan.

Nama Wilmar Sitorus sebenarnya tak terlalu familiar di telinga masyarakat Indonesia. Di dalam diamnya tanpa eksploitasi media, Wilmar Sitorus ternyata berhasil masuk jajaran orang terkaya di Indonesia. Bisnisnya berbasis di Singapura meliputi 48 perusahaan berbeda. Perusahaan itu, salah satunya PT. Multimas Nabati Asahan yang memproduksi minyak goreng merek Sania.

Dibangun Tahun 2012, Murni Teguh Memorial Hospital yang Didedikasikan Martua Sitorus bagi Ibu Tercinta, Murni Teguh

Pada 2005, Wilmar International diperkirakan telah memiliki total aset $.1,6 miliar, total pendapatan $.4,7 miliar dan laba bersih $.58juta. Pada tahun 1991, setelah mendirikan pabrik sawit, Martua ekspansi ke Malaysia di mana pasar kala itu masih bagus.

Meski sudah mendulang banyak keuntungan, namun Wilmar Sitorus tak lantas langsung puas. Dia kemudian fokus mendirikan hilirisasi (produk turunan) yang lebih bernilai tinggi. Tahun 1998, ia mendirikan pabrik memproduksi specialty fats. Wilmar International tercatat di bursa saham Singapura. Perusahaannya tumbuh, sebelumnya berupa pengolahan minyak sawit berkembang terspesifikasi di wilayah agrobisnis. 

Jenis-jenis usaha yang berhasil dikembangkan Wilmar Sitorus adalah penyulingan minyak goreng, pengepakan dan penjualan, lemak khusus, oleokimia, produksi biodisel, dan pengolahan biji-bijian. 

Untuk pengepakanya sendiri perusahaan milik A Hok meliputi merchandising minyak sawit dan produk laurics (semacam lemak nabati), pengolahan minyak sawit dan refinery, peremukan, diolah dan refining untuk manjadi minyak bisa dimakan, minyak sayur, biji-bijian, dan kedelai. 

Konsumennya meliputi China, Vietnam dan Indonesia, dan sudah berbentuk hasil jadi siap pakai. Bertambah tahun membuat bisnis A Hok semakin bersinar meliputi berbagai usaha. Utamanya, ia fokus kepada bisnis minyak kelapa sawit serta turunannya. Di tahun 2000, perusahaanya PT. Multimas Nabati Asahan memproduksi minyak goreng Sania. 

Martua Sitorus atau A Hok yang Sempat Menjadi Loper Koran di Pematang Siantar - Foto Istimewa

Per 31 Desember 2005, Wilmar International memiliki 69.171 hektar, 65 pabrik, tujuh kapal tanker, dan 20.123 karyawan. Perusahaanya memiliki 30 negara tujuan eksportir. Puncaknya, perusahaan Wilmar tecatat di bursa Singapura di Agustus 2005, dengan nilai saham $2 miliar. 

"Ia cukup berani mengambil risiko, jadi cepat pula ia mendapatkan keuntungan," ucap Derom Bangun, selaku ketua harian Gapki (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia). Ia menilai Martua sebagai sosok barani masuk ke pasar baru. Dia dinilai kreatif, dinamis, dan banyak ide. 

"Namun, ia memang tegolong orang yang low profil atau tak maun menonjol."

Membuka Sejarah Wilmar International

Kuok Khoon Hong, Pria berusia 57 tahun ini adalah keponakan Robert Kuok, raja bisnis gula dan properti Malaysia. Bersama Martua Sitorus alias A Hok, Kuok Khoon Hong sepakat mengembangkan bisnis bersama-sama. 

Keduanya berbagi tugas, Kuok Khoon Hong sebagai Chairman & CEO dan Martua sebagai Chief Operating Officer (COO) Wilmar International Ltd. Keluarga besar Matua Sitorus berperan penting dalam bisnis, mereka menduduki jabatan penting. Istrinya (Rosa Taniasuri Ong), saudara laki-lakinya (Ganda Sitorus), saudara perempuan (Bertha, Mutiara, dan Thio Ida), dan ipar (Suheri Tanoto dan Hendri Saksti) menduduki posisi kunci di Wilmar Corp. Bahkan, Hendri Sakti diberi kepercayaan menjadi kepala operasional bisnis Wilmar di Indonesia.

Bisnis keduanya meningkat pesar pada bulan pertama 2006, menghasilkan kenaikan 7,8% senilai S$3,7 miliar dibanding periode sama sebesar US$3,4 miliar di tahun 2005. Laba bersihnya selama sembilan bulan pertama 2006 tumbuh 56,4% mencapai US$68,3 juta dibanding periode yang sama 2005 sebesar US$43,6 juta. Keduanya berrencana ekspansi Wilmar ke bisnis biodiesel. Tidak tanggung-tanggung, mereka langsung menggebrak dengan membangun tiga pabrik biodiesel.

Ada beberapa isu menyangkut bisnis Wilmar Corp, terutama bisnis minyak sawit. Pertama, rencana merger Wilmar dan lini bisnis Kuok Group, milik taipan Robert Kuok, di bidang agrobisnis (PPB Oil Palms Berhad, PGEO Group Sdn. Bhd., dan Kuok Oil & Grains Pte Ltd). Nilai transaksi merger mencapai US$2,7 miliar. Merger ini ditaksir memberikan potensi kapitalisasi pasar Wilmar sebesar US$7 miliar. Merger ini diperkirakan juga akan menghasilkan kombinasi pendapatan US$10 miliar dan laba bersih US$300 juta selama sembilan bulan pertama 2006.

Pabrik-pabrik ini diperkirakan memiliki kapasitas produksi sampai 350.000 ton per tahun sehingga total kapasitasnya mencapai 1,050 juta ton per tahun. Sejauh ini, belum ada pabrik biodiesel milik perusahaan lain di dunia yang memiliki kapasitas produksi sebesar milik Wilmar. Sebagai tambahan, apabila rencana merger itu terealisasi, maka pabrik biodiesel milik PGEO Group Sdn. Bhd. dengan kapasitas 100.000 ton per tahun akan makin memperkuat bisnis biodiesel Wilmar.

Selain itu, Mertua Sitorus juga aktif di bisnis kesehatan dengan membangun rumah sakit di Medan, Murni Teguh Memorial Hospital yang ia persembahkan untuk ibunya, Murni Teguh. Rumah sakit tersebut didirikan 12 Desember 2012. Meskipun tinggal di Singapura, dia, istrinya dan tiga orang anak, tetaplah warga negara Indonesia, dan memiliki usaha sebagian besar di Indonesia.

Gama Tower Milik Martua Sitorus yang Jadi Bangunan Tertinggi di Indonesia, yakni Setinggi 288,6 Meter

Menurut catatan Forbes, Wilmar turun dari jajaran dewan direksi Wilmar Internasional yang menjadi perusahaan pedagang sawit terbesar di dunia, pada Juli 2018. Langkah itu terjadi beberapa hari setelah Greenpeace menuduh perusahaan perkebunan miliknya dan perusahaan saudaranya, Gama Corp, membersihkan ribuan hektare hutan untuk perkebunan sawit. 

Akan tetapi, hal tersebut tidak menghentikan kerajaan bisnis yang dirintis Martua Sitorus dari nol, hal ini dibuktikan dengan suksesnya Martua Sitorus menggarap usaha di bidang properti lewat Gama Corporation. Bahkan perusahaan ini mampu mengejutkan banyak pihak karena mampu membangun Gama Tower yang merupakan bangunan tertinggi di Indonesia, yakni setinggi 288,6 meter.

Gama Tower merupakan properti multifungsi yang mencakup perkantoran dan hotel bintang lima. Gamaland bahkan menggandeng Marriot International untuk mengelola hotelnya dengan bendera The Westin. Selama kurun waktu sembilan tahun hingga sekarang, Gamaland telah memiliki sejumlah portofolio properti yang tersebar di Jakarta, Bandung, Bekasi, Cilegon, Medan, Kubu Raya, Bali, dan Pekanbaru.