Pemerintah sudah putuskan harga BBM subsidi naik 30 persen, meski banyak kalangan sudah ingatkan kemiskinan bakal melonjak.
Dan, benar saja. Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara begitu pede bahwa kemiskinan tidak akan terdampak oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Alasan dia klasik, karena pemerintah sudah punya program bantalan sosial bernama bantuan langsung tunai (BLT) BBM sebesar Rp24,17 triliun.
Di mana, BLT tersebut diberikan kepada 20,65 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan bantuan upah subsidi (BSU) ke 16 juta pekerja dengan gaji di bawah Rp3,5 juta per bulan.
Kemudian, alokasi pemerintah daerah dengan memanfaatkan 2 persen dana transfer umum. "Kalau harga BBM naik tanpa ada bantalan, pasti kemiskinan meningkat," ujar Suahasil, dikutip dari CNBC TV, Jakarta, Senin (5/9/2022).
"Kita memberikan bantuan kepada 20,65 juta keluarga, kita berikan lagi bantuan subsidi upah, pemda memberikan lagi, maka kita harapkan pendapatan dan daya beli masyarakat kelompok miskin dan rentan akan tetap terjaga," imbuhnya.
Kendati, ia tidak memungkiri bahwa kenaikan harga BBM akan mengerek inflasi September hingga Oktober 2022 ini.
"Memang kita lihat kenaikan harga BBM kemarin akan mendorong inflasi September dan Oktober meningkat," ujarnya.
Namun, ia memperkirakan indeks harga konsumen (IHK) akan kembali normal pada November mendatang.
"Kita nanti akan melihat semoga di November kembali ke pola normal. Biasanya inflasi seperti ini cepat dalam 1-2 bulan naik, kemudian bulan ketiga mulai normalisasi," jelasnya.
Ekonom Core Indonesia, Piter Abdullah menyayangkan keputusan Presiden Joko Widodo menaikkan harga BBM subsidi. Karena bakal mengganggu proses pemulihan ekonomi yang sudah on the track.
"Sejak awal saya menolak kenaikan BBM, dan saya konsisten. Karena dampaknya akan merusak seluruh proses pemulihan ekonomi yanh sudah berjalan dengan baik. Setiap kenaikan BBM pasti mengganggu banyak sektor. Sementara kita baru pulih dari dampak pendemi COVID-19," papar Piter.
Piter juga membantah berbagai argumentasi yang disampaikan pemerintah terkait kenaika harga BBM. Misalnya, anggaran balal jebol kalau harga BBM tidak naik, atau alasan harga minyak dunia.
"Tahun ini, Bu Sri Mulyani bilang anggaran kita surplus, anggaran kesehatan dan COVID-19 juga turun. Artinya kita unya duit. Belum lagi pendapatan negara dari windfall komoditas cukup gede. Itu kan bisa untuk menahan harga BBM," ungkapnya.
Piter mengaku, bukan ekonom yang tidak setuju penghapusan subsidi BBM, namun penghapusan atau pengurangan harusnya melihat kepada situasi dan kondisi masyarakat.
"Kalau ada yang bilang, pemerintah sudah gulirkan BLT BBM, bantuan susbsidi upah dan alokasikq dana transfer daerah, itu kan enggak pas. Bukan solusi. Duit segitu kuat berapa lama? Sementara mahalnya harga barang harus dihadapi rakyat berbulan-bulan bahkan tahunan," pungkasnya.