Pada hari-hari pertama perang Irak, yang dimulai tepat dua puluh tahun yang lalu, Al Mansur dibom oleh pasukan Inggris. Namun, kapal ini tetap berada di permukaan sungai...

Setengah terendam di sebuah sungai di Irak selatan, bangkai kapal pesiar yang diberi nama Al-Mansur, milik Saddam Hussein yang dulunya mewah, kini tampak menyedihkan. Al-Mansur menjadi pengingat akan sosok yang memerintah negara selama beberapa dekade, sebelum akhirnya jatuh akibat invasi negara barat.

Al-Mansur yang memiliki panjang 121 meter, yang dulunya merupakan simbol kekuasaan dan kekayaan Saddam Hussein, kini menjadi daya tarik bagi para pejalan kaki dan tempat nongkrong para nelayan setempat yang menaikinya untuk piknik atau sekedar minum teh.

"Ketika mantan presiden memilikinya, tak seorang pun bisa mendekatinya," kata Hussain Sabahi, seorang nelayan setempat yang mengakhiri harinya dengan menyeruput teh di atas bangkai kapal baja tersebut. 

"Saya tidak percaya bahwa ini dulunya milik Saddam dan hari ini saya berjalan-jalan di atasnya," katanya.

Beberapa minggu sebelum invasi Amerika dan sekutunya di Irak, kapal Al-Mansur berlabuh di Teluk. Akan tetapi, Saddam memintanya untuk dipindahkan ke Saat al-Arab 

"Untuk melindunginya dari pengeboman pesawat-pesawat Amerika," jelas insinyur kapal tersebut, Ali Mohammed.

"Ternyata itu adalah sebuah kegagalan total," tambahnya.

Pada hari-hari pertama perang Irak, yang dimulai tepat dua puluh tahun yang lalu, Al Mansur dibom oleh pasukan Inggris. Namun, kapal ini tetap berada di permukaan sungai, hanya untuk kemudian menjadi sasaran penjarahan oleh penduduk setempat yang menjarah semua barang berharga yang dapat diangkut, mulai dari furnitur dan lampu gantung hingga bagian baja dari rangkanya.

Dan kemudian, pada 12 Juni 2003, setelah dua bulan bekerja keras, kapal tongkang mewah yang dapat menampung 200 tamu itu, setengahnya tenggelam di sungai Saat al-Arab di Basra. Menurut mantan kepala warisan budaya Basra, Qatan al Obeid, kapal pesiar itu telah dibom selama berhari-hari. 

"Kapal ini dibom setidaknya tiga kali, tapi tidak pernah tenggelam," katanya.

Sebaliknya, kapal pesiar itu mulai kemasukan air dan kemudian miring, "ketika mesinnya dicuri. Hal ini menyebabkan keretakan dan akibatnya kapal mulai merembes dan miring," kata Obeid. 

Kapal itu adalah salah satu dari tiga kapal pesiar yang dimiliki oleh Saddam, yang salah satunya telah diubah menjadi hotel, juga di Basra. Pemerintah yang melewati Irak tidak memutuskan untuk mengalokasikan dana untuk pengangkatan kapal yang setengah terendam itu. Namun, tidak sedikit warga Irak yang lebih memilihnya di sana. 

"Kapal pesiar ini seperti permata yang berharga, seperti karya seni yang langka untuk disimpan di rumah. Kami turut prihatin dengan kondisinya," kata Zahi Musa, seorang kapten di Kementerian Transportasi Irak.

Di negara yang telah dilanda perang selama puluhan tahun ini, pihak berwenang telah meluncurkan kampanye untuk mengangkat bangkai-bangkai kapal yang lebih kecil yang tenggelam di Shatt al-Arab. Namun, Al-Mansur akan tetap berada di sana, sebagai pengingat akan masa lalu. 

"Itu adalah kapal yang sangat besar yang harus dibongkar dan kemudian dipindahkan, sebuah proses yang sulit dan mahal," Obeid menyimpulkan.

Menurut perkiraan para pejabat AS, kekayaan Saddam dan keluarganya pada tahun 2003 mencapai lebih dari 40 miliar dolar AS dari hasil kejahatan.